Minggu, 21 Mei 2017

Aplikasi Ilmu Fisika Mekanika Fluida Dibidang Teknik Mesin

"Aplikasi Ilmu Fisika Mekanika Fluida Dibidang Teknik Mesin"

 Pengngertian teknik mesin atau mekanik

Teknik mekanik adalah ilmu teknik mengenai aplikasi dari prinsip fisika untuk analisis, desain, manufaktur dan pemeliharaan sebuah sistem mekanik. Ilmu ini membutuhkan pengertian mendalam atas konsep utama dari cabang ilmu mekanika, kinematika, teknik material,termodinamika dan energi.
  
Mekanika adalah bidang ilmu yang mempelajari gaya dan efeknya pada suatu benda.
Intinya penerapan konsep fisika dalam mekanika ini lebih dititik beratkan pada ranah gerak.
Mesin memang dipandang sebagai alat yang dibuat untuk sebuah gerak, berupa gerak sebuah kendaraan,  kerja mesin pabrik, dan semacamnya. Sudah banyak sekali aplikasi mekanika yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Para insinyur teknik mesin menggunakan ilmu mekanika pada tahap mendesain atau menganalisis. Misalnya, jika proyeknya adalah desain dari sebuah kendaraan, maka ilmu statis dapat dipakai untuk mendesain bodi kendaraan, untuk mengukur seberapa maksimum tegangan yang dapat diberikan. Ilmu dinamis dapat digunakan untuk mendesain mesin mobil, melihat gaya yang bekerja pada piston dan cam sebagai siklus sebuah mesin. Mekanika material dapat digunakan untuk memilih bahan apa yang cocok untuk bodi mobil sekaligus mesinnya.


Penerapan Konsep Fisika (Fluida) dalam Teknik Mesin

Konsep mekanika fluida adalah konsep yang membahas gerak (aliran) zat cair dan gas. Salah satu aplikasinya adalah dalam Hukum Bernoulli. Hukum Bernoulli intinya menjelaskan tentang konsep dasar aliran fluida bahwa peningkatan aliran kecepatan pada fluida akan menurunkan penurunan tekanan pada fluida tersebut. Artinya di sini ada perubahan energy potensial. Aplikasi daru Hukum Bernoulli ini diantaranya adalah pada :


1. Penerapan Gaya angkat pada pesawat terbang untuk mendapatkan ukuran presisi yang tepat.
2. Penggunaan Mesin Karburator yang berfungsi untuk mengalirkan bahan bakar dan mencapurnya
   dengan aliran udara yang masuk.
3. Dongkrak hidrolik merupakan salah satu aplikasi sederhana dari Hukum Pascal.

Dongkrak hidrolik merupakan salah satu aplikasi sederhana dari Hukum Pascal. Berikut ini prinsip kerja dongkrak hidrolik. Saat pengisap kecil diberi gaya tekan, gaya tersebut akan diteruskan oleh fluida (minyak) yang terdapat di dalam pompa. Akibatnya, minyak dalam dongkrak akan menghasilkan gaya angkat pada pengisap besar dan dapat mengangkat beban di atasnya.
Gambar1. Dongkrak Hidrolik

Prinsip kerja dongkrak hidrolik adalah dengan memanfaatkan hukum Pascal, “Tekanan yang diberikan pada suatu fluida dalam ruang tertutup akan diteruskan ke segala arah sama rata”. Dongkrak hidrolik terdiri dari dua tabung yang berhubungan yang memiliki diameter yang berbeda ukurannya. Masing- masig ditutup dan diisi cairan seperti pelumas (oli dkk). Apabila tabung yang permukaannya kecil ditekan ke bawah, maka setiap bagian cairan juga ikut tertekan. Besarnya tekanan yang diberikan oleh tabung yang permukaannya kecil diteruskan ke seluruh bagian cairan. Akibatnya, cairan menekan pipa yang luas permukaannya lebih besar hingga pipa terdorong ke atas .

Luas permukaan pipa yang ditekan kecil, sehingga gaya yang diperlukan untuk menekan cairan juga kecil. Tapi karena tekanan (Tekanan= gaya / satuan luas) diteruskan seluruh bagian cairan, maka gaya yang kecil tadi berubah menjadi sangat besar ketika cairan menekan ke pipa yang luas permukaannya besar.
Gambar 2. Mesin hidrolik pengangkat Mobil

P1 adalah tekanan pada tabung kecil, dan P2 adalah tekanan pada tabung besar.


Dengan mengetahui gaya berat mobil maka dapat dihitung gaya minimal yang diberikan pada pompa hidrolik untuk mengangkat mobil tersebut. Semakin besar gaya berat mobil yang diangkat maka semakin besar luas permukaan keluaran (A2) dari dongkrak hidrolik. Minimal gaya keluaran (F2) yang dihasilkan oleh dongkrak hidrolik harus lebih besar/ samadengan gaya berat benda yang diangkat.
Mekanika adalah bidang ilmu yang mempelajari gaya dan efeknya pada suatu benda. Secara khusus, mekanika digunakan untuk menganalisis dan memprediksi akselerasi dan deformasi (keduanya elastis dan plastis) dari suatu benda. Subdisiplin dari ilmu mekanika diantaranya:
  • Statis, ilmu yang mempelajari benda diam, bagaimana suatu gaya mempengaruhi benda diam.
  • Dinamis (atau kinetis), ilmu yang mempelajari pengaruh gaya terhadap benda bergerak.
  • Mekanika material, ilmu yang mempelajari bagaimana material yang berbeda berubah bentuk terhadap berbagai macam tipe tekanan/tegangan.
  • Mekanika fluida, ilmu yang mempelajari bagaimana fluida bereaksi terhadap gaya[2]
  • Mekanika continuum, sebuah metode aplikasi mekanika yang mengasumsikan kalau suatu objek adalah berkesinambungan/terus menerus.
Para insinyur teknik mesin menggunakan ilmu mekanika pada tahap mendesain atau menganalisis. Misalnya, jika proyeknya adalah desain dari sebuah kendaraan, maka ilmu statis dapat dipakai untuk mendesain bodi kendaraan, untuk mengukur seberapa maksimum tegangan yang dapat diberikan. Ilmu dinamis dapat digunakan untuk mendesain mesin mobil, melihat gaya yang bekerja pada piston dan cam sebagai siklus sebuah mesin. Mekanika material dapat digunakan untuk memilih bahan apa yang cocok untuk bodi mobil sekaligus mesinnya. Mekanika fluida dapat digunakan untuk mendesain sistem ventilasi kendaraan (lihat HVAC), atau juga bisa untuk mendesain sistem masukan (intake) pada mesin.

 
Sumber Kami :
http://ramliyana-fisika.blogspot.com/2013/04/penerapan-konsep-fisika-dalam-berbagai.html

Sabtu, 20 Mei 2017

Uji Tarik Material/Tensile Strenght

"Uji Tarik Material/Tensile Strenght"

 
 
Pengertian Uji Tarik
Uji tarik adalah uji yang dilakukan pada suatu material dengan cara menerapkan beban tarik pada material tersebut. Dengan pemberian beban tarik tersebut kita dapat mengevaluasi kelakuan material, sehingga akan diperoleh sifat-sifat mekanik dari material tersebut, antara lain :
Kekuatan Luluh = yield strength (σy)
Gambar diatas mengunakan metode offset untuk menentukan kekuatan luluh suatau material.Yield strength digunakan untuk menentukan batas antara deformasi elasatis dengan deformasi plastis. Yield strength dalam aplikasinya biasa digunakan untuk menentukan beban maksimal yang diberikan pada material sebelum mengalami deformasi plastis.
Kekuatan Tarik  = tensile strength (σu),
(UTS : Ultimate TS)    Ultimate tensile strength merupakan beban maksimum yang diberikan pada sebuah material sebelum mengalami nacking. Pada aplikasinya UTS digunakan dalam menentukan seberapa besar beban mampu diteriama oleh suatu material.
Keuletan = elongation(ef)
Elongation merupakan perpanjangan dari sebuah material ketika diuji tarik samapai patah. Hal ini berguna dalam merancang sebuah alat sepeti tali pada jembatan dalam hal seberapa panjang tali tersebut mengalamai perpanjangan sampai patah ketika diberi beban uniaksial. Elongation berguna dalam menentukan apakah suatu material itu ulet apa getas, hal tersebut bias dilihat dari nilai elongationnya. Jika nilai elongationnya besar material tersebut bersifat ulet apabila nilai elongationnya kecil maka material tersebut dikatakan getas.
Reduksi Penampang = reduction of area(q)
Reduction of area merupakan pengecilan penampang ketika mengalami fracture. Hal ini berguna dalam menentukan seberapa besar suatu material yang mengalami beban uniaksial akan mengalami pengecilan luas penampang.
Kekakuan = stiffness, `        
(E)elastic modulus =  σ/e = tan α                   
Modulus elastisitas merupakan sifat material yang digunakan dalam merancang sebuah alat agar tidak mengalami deformasi plastis. Aplikasinya dalam merancang sebuah jembatan, harus mempunyai modulus elastisitas yang kecil, supaya kaku. Dalam penerapannya modulus elastisitas digunakan berdasarkan keperluannya.
Modulus Resilience  = modulus of  resilience (Ur)

Kemampuan suatu material menyerap energi ketika deformafi elastis dan kembali ketika beban dilepaskan disebut resilience. Modulus resilience merupakan luas daerah di bawah kurva stress-strain yang mash mengalami deformasi elastis. Modulus resilience berguna untuk mengetahui seberapa besar energi yang diberikan agar tetap mengalami deformasi elastis.
Ketangguhan = toughness (Ut)
Dalam hal Perencanaan toughness dipakai untuk menentukan seberapa besar suatu material menyerap energi sampai dia patah. Dalam aplikasinya toughness dipakai untuk merusak material agar bias mengetahui energi maksimal sampai patah.
Alat yang digunakan untuk melakukan uji tarik adalah Tensile Testing Machine . Prinsip pengujian tarik adalah spesimen ditarik dengan laju pembebanan yang lambat, hingga spesimen itu putus. Mesin uji tarik akan mencatat besarnya beban tarik yang diberikan  terhadap spesimen setiap saat beserta besarnya perpanjangan (elongation) yang terjadi pada spesimen setelah dilakukan uji tarik. Alat pencatat beban beban tarik adalah load cell. Sedangkan alat pencatat perpanjangan  yang terjadi pada spesimen adalah ekstensometer.
Grafik yang dihasilkan dari mesin uji tarik adalah grafik antara gaya atau beban tarik terhadap perpanjangan yang terjadi. Grafik tersebut harus dikonversikan menjadi grafik tegangan teknis terhadap regangan teknis, tujuannya untu meminimalisasi pengaruh faktor geometris.  Tegangan dan regangan teknis dirumuskan sebagai berikut :
Bentuk grafik gaya atau beban tarik terhadap perubahan panjang  dan grafik tegangan teknis, terhadap regangan teknis adalah sebagai berikut :
   

 
Dari diagram tegangan teknis, terhadap regangan teknis akan diperoleh data sebagai berikut:
1. σp atau batas proporsional adalah tegangan maksimum dimana perbandingan antara tegangan dan regangannya masih proporsional.
2. σy atau  batas luluh adalah beban maksimum yang masih dapat ditahan oleh spesimen  tanpa menyebabkan deformasi plastis.
3. σu atau batas ultimate, adalah beban maksimum yang dapat ditahan oleh spesimen tanpa menyebabkan deformasi plastis yang tak homogen. Beban ini disebut juga sebagai kekuatan tarik material
4. σf atau beban yang menyebabkan spesimen itu patah.
e atau perpanjangan
5. Reduction of area
6. E ( Modulus Elastisitas ) adalah ukuran kekakuan suatu bahan
Grafik tegangan dan regangan teknis tersbut perlu dikonversi lagi terhadap grafik tegangan-regangan sebenarnya. Bentuk grafiknya adalah sbb:



K = konstanta penguatan
n  = koefisien strain hardening
 
 

Hubungan yang berlaku antara σtr dengan σ dan antara ε dengan e adalah :
σtr = σ ( e+1 )
ε = ln ( e +1 )
Pada saat terjadinya necking atau pengecilan penampang setempat, berlaku hubungan :
ε = n
Fenomena metalurgi yang terjadi bila suatu logam ditarik:
1. Ada penyertaan elastis
2. Ada penyertaan plastis
3. Terjadi Necking di titik Ultimate
4. Ada “ Luders Band “
5. σy berubah ke arah yang lebih tinggi jika logam yang mengalami Starin Hardening ditarik kembali.
6. Terjadinya Kurva Hystersis
Luas grafik menandakan besarnya energi yang diserap dari logam.
7. Terjadi fenomena grafik Mulur ( efek Cottrel )
Kekuatan tarik suatu material dapat diperoleh  dengan pembebanan maksimum sebelum material itu mengalami deformasi plastis yang tidak seragam. Tegangan maksimum (σu) disebut sebagai kekuatan tarik material, yang kemudian dapat dikatakan sebagai ukuran kekuatan suatu logam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengujian tarik dalah sebagai berikut :
Temperatur
Semakin tinggi temperatur, maka ketangguhan dan keuletan material akan meningkat. Sebaliknya, modulus elastisitas, tegangan luluh, Ultimate Tensile Strength, dan nilai koefisien pengerasan regangan (n) akan  menurun.
Tekanan hidrostatis
Tekanan hidrostatis meningkatkan regangan saat spesimen patah, dan meningkatkan keuletan suatu material.
Efek radiasi
Efek radiasi meningkatkan tegangan luluh dan kekuatan tarik serta kekerasan dari suatu material. Namun efek radiasi ini menurunkan keuletan dan ketangguhan suatu material.
Sifat-sifat mekanik yang diperoleh dari pengujian tarik adalah sebagai berikut :
Ketangguhan (toughness), yaitu energi yang diserap oleh material hingga material tersebut patah. Dalam percobaan ini, ketangguhan merupakan daerah di bawah kurva tegangan sebenarnya terhadap regangan sebenarnya. Ketangguhan juga dapat diartikan sebagai energi per unit volume.
                                                                 
Modulus Elastisitas (E) adalah ukuran kekakuan (rigidity) suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas suatu material maka kekakuan suatu material akan semakin tinggi, akibatnya kemampuan material untuk dibentuk akan semakin rendah, dan sebaliknya.
Keuletan (Ductility) adalah  kemampuan suatu  material untuk menahan deformasi plastis.
Data dan Pengolahan
Spesimen : Rod ST - 37
Lo = 25 mm                                   Lf = 36,28 mm
do = 6,23 mm                                df = 3,69 mm
Ao = 30,468 mm2                                  
Kecepatan tarik                         = 2mm/menit
Batas luluh                                = 833,30 kg
Batas ultimate                           = 1296,77 kg
Jenis mesin                               = Instron 1195
Beban maximum mesin            = 10.000 kg
Beban skala penuh                    = 2.000 kg
Kekerasan awal                         = 32 HRa
Kekerasan Akhir                       = 38,5 HRa
Untuk data setelah terjadinya fenomena necking sebagai berikut :
Dalam mencari nilai  
, dengan Ai seperti yang tertera pada tabel B. Untuk nilai yang lain dapat dikerjakan seperti diatas, dan hasilnya terdapat pada tabel B.
Kurva yang didapat dari data mesin uji tarik :


 
Setelah memperoleh data dari TABEL A dan TABEL B, maka dapat dicari berbagai kurva uji tarik, seperti :
Kurva Tegangan Teknik – Regangan Teknik
Kurva Tegangan Sebenarnya – Regangan Sebenarnya
Kurva Log εt – Log σt
Untuk  mendapatkan nilai Modulus Elastisitas bisa digunakan berbagai cara. Salah satu cara yang dapat kita pakai adalah dengan menggunakan nilai gradien pada daerah plastis kurva tegangan teknik – regangan teknik
Maka kita dapatkan E = tangen α, sehingga dari persamaan garis yang telah diketahui, nilai E
adalah 53.172 kg/mm2 atau 521.0856 MPa.
ANALISIS
Perubahan kekerasan material
Sebelum pengujian tarik dilakukan, kita melakukan uji keras pada spesimen yang akan diuji. Uji ini perlu dilakukan untuk mengetahui nilai kekerasan spesimen sebelum diberi beban tarik. Selain itu, kita dapat memperkirakan nilai kekuatan tarik suatu material dari nilai kekerasannya.. Hal ini dapat diketahui karena umumnya  harga kekerasan berbanding lurus dengan harga kekuatan material. Kekerasan suatu material didefinisikan sebagai ketahanan material untuk didefomasi plastis secara lokal. Sedangkan kekuatan tarik didefinisikan sebagai ketahanan material dideformasi plastis pada satu kesatuan material. Dari pengertian ini, kekuatan dan kekerasan sama-sama diartikan dengan kemampuan material untuk dideformasi plastis. Oleh karena itu kita dapat menarik kesimpulan bahwa kekerasan suatu material berbanding lurus dengan kekuatan tariknya. Berdasarkan data yang didapat akan terlihat adanya peningkatan kekerasan akibat strain hardening. Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh pergerakan dislokasi yang mencapai permukaan. Dimana kekerasan awalnya adalah 32 HRa dan kekerasan akhir 38.5 HRa.
Bentuk patahan spesimen
Pada patahan spesimen uji tarik, terdapat dua macam jenis patahan yaitu patah getas dan patah ulet. Patah getas memiliki ciri pada patahannya tidak terdapat cup dan cone. Pada patah getas, tidak terjadi adanya necking sehingga spesimen langsung patah jika diberi beban diatas σu nya. Selain itu, patahannya membentuk sudut 900 terhadap sumbu normal spesimen. Patah getas terjadi karena adanya pengaruh dari tegangan normal. Berbeda dengan patah ulet, pada patah ulet disebabkan karena adanya tegangan geser. Sudut patahan membentuk sudut 450 terhadap sumbu normal spesimen. Patahan seperti ini diakibatkan oleh tegangan geser yang maksimum. Dimana beban tarik yang bekerjalah yang berperan dalam menimbulkan tegangan ini.
Apabila tegangan yang diberikan terhadap spesimen melebihi batas luluhnya, maka pergerakan dislokasi ini akan mencapai permukaan. Pergerakan dislokasi hingga mencapai permukaan inilah yang dinamakan deformasi plastis. Deformasi plastis inilah yang  menyebabkan pertambahan panjang pada spesimen bersifat tetap. Apabila besarnya tegangan yang diberikan terhadap spesimen mencapai titik Ultimate, maka spesimen mulai mengalami pengecilan setempat pada bagian tengahnya. Pengecilan setempat inilah yang dikenal dengan fenomena necking. Fenomena ini terjadi karena deformasi plastis  yang terjadi pada material tidak  lagi homogen.   
Efek Cotrell pada kurva tegangan teknik – regangan teknik
Efek Cotrell terjadi pada saat kita mengenakan beban tarik. Pada grafik tegangan dan regangan teknik, terjadi penampakan fluktuasi nilai tegangan yang menunjukkan batas luluh dari material. Hal ini diakibatkan oleh dislokasi yang menemui penghambat yaitu atom karbon yang tersebar di dalam butir. Saat dislokasi bertemu atom karbon maka tegangan yang dibutuhkan untuk melewatinya meningkat ,lalu setelah atom karbon terlewati maka energi yang dibutuhkan untuk menggerakan dislokasi kembali turun. Hal tersebut terus terjadi hingga semua atom penghambat terlampaui dan dislokasi mencapai batas butir dan menyebabkan deformasi plastis. Karena atom karbon yang tersebar relatif sedikit maka peningkatan dan penurunan tegangan pada kurva bisa terlihat dengan jelas.
           
Elongasi, Reduction of area dan keuletan
Ketika material ditarik dengan beban tarik yang besarnya melebihi batas luluhnya, maka material tersebut akan mengalami pertambahan panjang sifatnya tetap. Pertambahan panjang material  ini apabila dibagi dengan panjang awal menghasilkan perpanjangan atau elongation yang disimbolkan dengan e. Pada saat beban tarik dikenakan pada spesimen melebihi batas luluhnya, maka perpanjangan yang terjadi pada material adalah perpanjangan totalnya. Besarnya perpanjangan total merupakam hasil penjumlahan antara perpanjangan plastis dengan perpanjangan elastis. Apabila beban tersebut dihilangkan, maka perpanjangan totalnya sama dengan perpanjangan plastisnya saja, karena perpanjangan elastis pada saat beban tersebut dihilangkan sama dengan nol.
Nilai perpanjangan plastis inilah yang dijadikan sebagai dasar dalam menentukan keuletan suatu material. Semakin besar perpanjangan plastis dari suatu material, maka keuletan suatu material akan semakin tinggi. Namun, pada beberapa kasus, dimana kurva tegangan dan regangan teknis yang dihasilkan memiliki kemiringan yang cukup tajam, maka untuk menentukan keuletan suatu material yang perlu dilihat adalah perpanjangan totalnya. Hal ini dilakukan karena penentuan perpanjangan plastisnya melalui grafik sangat sulit untuk dilakukan, dan besarnya perpanjangan total hampir sama dengan perpanjangan plastisnya sebagai akibat dari kemiringan kurva yang sangat tajam.
Spesimen hasil pengujian tarik juga mengalami pengecilan setempat pada bagian tengahnya yang disebut juga dengan istilah necking. Besarnya reduction of area ini dapat pula dijadikan sebagi dasar dalam penentuan keuletan suatu material. Semakin besar reduction of area yang dihasilkan maka  keuletan material tersebut akan semakin tinggi. Reduction of area ini terjadi karena beban yang diterapkan pada material melebihi batas ultimatenya, sehingga deformasi plastis yang terjadi pada material tidak lagi homogen.
Yield strength, Modulus elastisitas, Strain hardening exponent, & Strength coefficient
Nilai Tegangan Luluh, Modulus Elastisitas, Eksponent strain hardening serta Koefisien penguatan yang didapat berbeda dari literatur. Dimana berdasarkan perhitungan didapat hasil sbb :
Modulus Elastisitas ( E ) =  521.0856 MPa
n = 0,4176
K = 1345.628 MPa
σy = 268.03 MPa
Menurut literatur harga data-data diatas adalah sbb :
Modulus Elastisitas ( E ) = 207 MPa
n = 0,21
K = 600 MPa
σy = 210 MPa
Nilai-nilai ini berbeda dikarenakan faktor kesalahan. Dalam menentukan modulus elastisitas sebenarnya lebih baik jika kita menggunakan uji bending. Karena pada uji bending, kita hanya menentukan daerah elastis, sehingga data yang diperoleh dari uji bending dapat lebih valid.
KESIMPULAN
1. Hasil Perhitungan
a. Modulus Elastisitas ( E ) = 521.0856 Mpa
b. n = 0,4176
c. K = 1345.628 MPa
d. σy = 268.03 MPa        
2. Terjadinya fenomena strain hardening yang ditunjukkan oleh meningkatnya nilai kekerasan
3. Terjadinya fenomena cup and cone serta sudut patahan 45º yang menandakan bahwa material tersebut ulet.
4. Adanya fenomena Cotrell yang ditunjukkan pada grafik berupa fluktuasi grafik yang naik.
5. Fenomena metalurgi yang terjadi bila suatu logam ditarik :
a. Ada penyertaan elastis
b. Ada penyertaan plastis
c. Terjadi necking di titik Ultimate
d. σy berubah ke arah yang lebih tinggi jika logam yang mengalami Starin Hardening ditarik kembali.
        
e. Terjadinya Kurva Hystersis
Luas grafik menandakan besarnya energi yang diserap dari logam.
f. Terjadi fenomena grafik Mulur ( efek Cottrel )

Uji kekerasan vickers

     "Uji Kekerasan Vickers"

 Uji kekerasan vickers menggunakan indentor piramida intan yang pada dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling berhadapan adalah 1360. Nilai ini dipilih karena mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antar diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan brinell (dieter, 1987).
Angka kekerasan vickers didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya. Luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut :
                                               
Dengan :              P = beban yang digunakan (kg)
                           D = panjang diagonal rata- rataa (mm)
   Ɵ = sudut antara permukaan intan yang berhadapan = 1360

       Kareana jejak yang dibuat dengan penekanan piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukuranya, maka VHN tidak tergantung kepada beban. Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji vickers berkisar antara 1 hingga 120 kg. Tergantung pada kekerasan logam yang akan diuji. Hal  hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode vickers adalah :
1.       Uji ini tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian ini sangat lamban.
2.       Memerlukan persiapan permukaan benda uji.
3.       Terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonalnya

Pengujian Mekanik Pengujian Impak (Impact test)

TUJUAN PRAKTIKUM

Mengetahui ketahanan material terhadap pembebanan yang tiba-tiba pada berbagai temperatur dengan uji impak (bentur).

LATAR BELAKANG
Pengujian ini dilakukan , bermula disebabkan adanya kejadian di masa Perang Dunia II yang relatif aneh pada saat itu. Pada masa itu  terdapat kapal kapal tangker yang tiba-tiba saja patah dan tenggelam pada musim dingin padahal kapal-kapal tersebut hanya didiamkan di pelabuhan. Hal inilah yang mengawali diadakannya pengujian impak. Setelah dilakukan studi serta penelitian tenntang fenomena ini didapatkan suatu fakta bahwa sifat mekanik suatu material dalam hal ini logam akan berubah secara signifikan pada suatu temperatur tertentu. Temperatur inilah yang akhirnya kita sebut dengan temperatur transisi dimana pada temperatur transisi ini sifat mekanik suatu bahan berubah secara signifikan dari ulet (ductile) menjadi Getas (brittle). Dalam pengujian impak ini perubahan sifat ini akan terlihat  dari kurva perbandingan antara harga impak terhadap temperatur . Dari kurva tersebut kita dapat melihat bahwa pada temperatur transisi (dalam range tertentu ) Harga impak berubah secara drastis hal inilah yang menunjukan fenomena perubahan sifat material tersebut dari ulet menjadi getas terjadi

TINJAUAN PUSTAKA
Pada dasarnya prinsip kerjanya hanyalah adanya energi yang diserap oleh spesimen sehingga spesimen tersebut patah. Pada pengujian ini digunakan pendulum untuk mematahkan spesimen. Dari sini terlihat adanya perbedaan ketinggian pendulum sebelum menumbuk spesimen dan setelah menumbuk/mematahkan spesimen. Semua energi yang hilang tersebut diasumsikan merupakan energi yang diserap atau energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen tersebut. Pada keadaan sebenarnya tidak semua energi yang hilang tersebut diserap spesimen ada sebagian energi yang hilang tersebut terjadi karena adanya tahanan spesimen, untuk itu dalam pengujian ini sebisa mungkin dipilih metode yang tepat sehingga besarnya energi yang hilang akibat tahanan spesimen yang menghambat  pendulum dapat diminimalisir

Cara menghitung energi yang diserap sebagai berikut.
Untuk keadaan awal benda uji memiliki sudut simpangan sebesar α dan pada keaadaan akhir memiliki sudut simpangan β. Mesin uji memiliki jari jari sebesarR. Maka nilai h1=R-Rcos α dan nilai h2=R-Rcos β. Sehingga;

 Dimensi dari spesimen uji adalah sbb:
 
Ada dua metode yang dijelaskan dalam standar yang relatif paling banyak digunakan, yaitu:
Metode Charpy
Pada metode ini peletakan spesimen dilakukan secara horizontal atau mendatar dengan  takikan diletakan membelakangi arah striking edge. Dalam prateknya metode Charpy ini lebih banyak digunakan daripada metode yang lain. Hal ini disebabakan karena pada metode ini energi dari strinking edge yang hilang akibat tahanan peletak spesimen lebih kecil daripada metode yang lain. Dengan ini asumsi bahwa energi yang hilang tersebut diserap oleh spesimen yang patah dapat semakin didekati. Posisi peletakan spesimen pada metode ini digambarkan pada gambar dibawah.
Metode Izod
Pada gambar yang terletak diatas sebelah kanan merupakan gambar skema pengujian menurut izod. Metode ini memiliki perbedaan dengan metode Charpy dalam hal peletakan spesimen yang diletakan secara vertical serta pada dimensi spesimennya. Panjang spesimen dalam metode ini lebih panjang daripada spesimen yang dipakai dalam metode Charpy, yaitu 75 mm sedangkan untuk takikannya diletakan 28 mm dari salah satu ujunganya. 
 
Setelah dilakukan pengujian, maka spesimen akan mengalami patah.

Pada pengujian kali kini kita mengunakan metode Charpy, karena pada pengujian ini energi yang digunakan seluruhnya digunakan untuk memberikan beban kepada spesimen. Sedangkan menurut metoda izot energi yang digunakan tidak seluruhnya energi diberikan pada spesimen, tetapi ada energi yang diberikan pada tempat penampang spesimen. Sehinnga metode charpy lebih banyak digunakan pada berbagi pengujian impak.
Untuk mengetahui spesimen bersifat ulet atau getas, maka kita lihat permukaan patahannya. Spesimen yang ulet permukaannya akan berserabut, sedangkan spesimen getas akan mengkilap. Hal ini dikarenakan spesimen ulet akan patah pada batas butirnya ( trans granular ), sedangkan spesimen getas akan memotong butirnya itu sendiri ( inter granular ).
DATA
Ket :    p = panjang spesimen
            l  = lebar spesimen
            t  = tinggi spesimen
            h = tinggi spesimen dikurangi dalamnya takikan
            T = temperatur
            Luas = h x l                                        
PEMBAHASAN
Dari data didapat pengolahan berupa kurva harga impak terhadap berbagai temperatur sebagai berikut :
Pada percobaan ini diawali dengan pengukuran dimensi spesimen ( spesimen tersebut terdiri dari 6 buah material ST-37 dan 5 buah alumunium). Untuk spesimen ST-37 memeliki struktur kristal BCC, sedangkan aluminium memliki struktur kristal FCC. Setelah spesimen-spesimen tersebut diukur dimensinya kemudian dibagi untuk dicari harga impaknya pada  berbagai temperatur dengan cara memanaskannya (diambil 3 buah spesimen ST-37 dan dua buah aluminium) atau memasukannya ke dalam nitrogen cair (diambil masing-masing 2 spesimen) dan membiarkannya pada temperatur kamar (masing-masing 1 buah spesimen). Setelah itu baru dilakukan pengujian impak untuk beberapa spesimen tersebut. Dengan menguji  suatu bahan tersebut (ST-37 dan Alumunium) dalam berbagai temperatur kita dapat mengetahui hubungan harga impak tersebut dengan temperatur . Dari kurva hubungan harga impak dengan temperatur , kita dapat memperkirakan temperatur transisi masing-masing bahan (ST-37 dan Alumunium) sehingga dapat menentukan temperatur operasional  yang aman untuk masing-masing bahan (ST-37 dan Alumunium)
Dari hasil yang didapatkan terlihat untuk suatu jenis bahan ST-37 terdapat perbedaan patahan yang terjadi pada berbagai temperatur. Untuk daerah dingin terlihat patahan didominasi oleh patahan yang mengkilap. Dalam hal ini patahannya disebut intergranular, atau memotong butir yang menandakan bahwa spesimen tersebut bersifat getas. Untuk temperatur tinggi dan temperatur kamar patahan yang terjadi pada ST-37 relatif didominasi oleh patahan yang berserabut. Hal ini menunjukan bahwa pada rentang temperatur ini ST-37 bersifat ulet. Sedangkan untuk alumunium baik pada temperatur rendah, kamar maupun temperatur tinggi patahannya relatif didominasi oleh patahan yang berserabut sehingga relatif tetap bersifat ulet.
Berdasarkan data yang didapatkan, diperoleh kurva hubungan Harga Impak terhadap Temperatur untuk material ST-37 dan Alumunium. Untuk kurva ST-37 yang didapatkan, temperatur transisinya sekitar range  -5 – 5  ْC. Menurut literature (Pengetahuan Bahan Teknik hal 27) range temperatur transisi untuk baja -20 s/d 40ْ C. Sedangkan untuk Alumunium setelah dilakukan pendekatan regresi logaritma terlihat bahwa untuk range temperatur diatas 0 relatif tidak ada temperatur transisinya, dengan kata lain hal ini telah sesuai teori yang ada bahwa alumunium termasuk salah satu material cryogenik (mempunyai temperatur transisi sangat rendah sehingga untuk range temperatur diatas 0ْ C tidak ada temperatur transisi). Alumunium bersifat seperti ini karena memiliki struktur atom FCC yang memiliki bidang geser lebih besar dari struktur atom  BCC
Hasil yang didapatkan berdasarkan praktikum ini mungkin tidak akurat karena ada beberapa hal yang mungkin mempengaruhi seperti peletakan spesimen yang tidak berada di tengah, penentuan temperatur yang relatif tidak akurat karena temperatur pada saat pembacaan dan temperatur saat striking edge menyentuh spesimen suhunya sudah berubah, pengambilan range temperatur spesimen uji yang kurang jauh antara temperatur yang rendah dan temperatur yang tinggi.
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Temperatur transisi ST-37 sekitar -5 C – 5 C
2. Sedangkan untuk Alumunium tidak mempinyai temperatur transisi, dikarenakan pada Atom FCC memliki  bidang geser yang lebih besar dari BCC.
3. Material ulet menjadi getas dipengaruhi oleh tiga faktor sebagai berikut:
4. Laju peregangan/pembebanan tinggi
5. Temperatur rendah
6. Triaksial Stress
DAFTAR PUSTAKA
Dieter, G.E.”Mechanical Metallurgy”, Mc Graw-Hill Book Co.
Callister, William ”Materials and Science Engineering”, Mc Graw-Hill Book Co.
Surdia,Tata “Pengetahuan bahan teknik”, PT Pradnya Paramita, Jakarta.